Selasa, 24 Agustus 2010

cara menghitung dosis

MEDIKASI

Dian Ramawati, S.Kep, Ns.
Pendahuluan

Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan. Perawat diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas perawat tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting untuk dimiliki perawat.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat alternative, diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga, tenaga kesehatan terutama perawat harus dapat membagi pengetahuan tentang obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien.
Obat dan Pengobatan

Obat adalah substansi yang berhubungan fungsi fisiologis tubuh dan berpotensi mempengaruhi status kesehatan. Pengobatan / medikasi adalah obat yang diberikan untuk tujuan terapeutik / menyembuhkan.

Obat atau medikasi dapat dikenal orang dengan nama-nama yang berlainan. Nama kimia suatu obat menunjukkan isi atau unsur-unsur kimia yang terdapat didalamnya. Nama tersebut menunjukkan susunan atom-atom kimia dalam rantai strukturnya, contoh : nama kimia dari agent anti-inflamasi ibuprofen adalah 2-(4 isobutylpnenyl) asam propionate.

Nama resmi suatu obat dibuat dan disetujui oleh lembaga resmi pemerintah yang bertanggung jawab. Di Indonesia lembaga yang bertanggung jawab adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Depkes RI. Nama resmi obat lebih dikenal dengan sebutan nama generic obat atau obat generic. Setiap jenis obat hanya mempunyai 1 nama generic yang lebih sederhana bila dibandingkan dengan nama kimianya. Contohnya adalah obat-obat yang dikenal dengan ibuprofen, asetominofen atau morfin.

Nama merk atau merk dagang suatu obat adalah nama obat terdaftar yang dibuat oleh produsen obat. Merk dagang suatu obat biasanya terdiri dari nama kimia dan nama produsen obat, contoh : Paramex adalah gabungan nama generic paracetamol dengan produsen obat yaitu konimex, afitamol, dll.
Standar Pengobatan Nasional

Banyaknya jenis obat yang diproduksi dan beredar di masyarakat, mendorong pemerintah untuk menetapkan standard dan quality control terhadap obat-obat yang akan dipasarkan kepada masyarakat. Pemerintah melalui Badan POM membagi produk obat berdasarkan bahan dasar obat, bentuk fisik dan kimia, tes atas keaslian zat penyusun, metode penyimpanan, kategori obat dan dosis normal per pengggunaan.

Karena banyaknya jenis obat yang diproduksi (therapeutics explosion) oleh industri farmasi setiap tahunnya yang diikuti dengan informasi produk yang obyektifitasnya masih diragukan. Selain itu, bersamaan dengan perkembangan produk obat-obatan, informasi yang berkaitan dengan perkembangan obat tersebut juga semakin banyak, sehingga diperlukan suatu pelayanan informasi obat dan makanan kepada masyarakat yang dapat menjamin diperolehnya informasi yang benar dan obyektif.

Pemerintah melalui Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) Badan POM menjadi rujukan pusat informasi obat yang ada di Indonesia dengan mengembangkan dan membina semua bentuk pelayanan informasi obat.

Pemerintah melalui Kebijakan Obat Nasional yang ditetapkan pada tahun 1983 mengendalikan dan mengawasi semua obat sebelum diedarkan dipersyaratkan melalui penilaian kemanfaatan, keamanan dan mutu obat di BPOM RI. Peraturan ini tidak hanya berlaku untuk obat baru tapi juga obat copy atau termasuk juga obat generic. Obat copy adalah obat yang dibuat didalam negeri dengan mencontoh komponen obat inovatornya atau yang terlebih dulu dibuat dan diedarkan sebagai obat paten. Obat copy diperlukan untuk melakukan penilaian atas mutunya untuk membuktikan bahwa obat copy mempunyai kemanfaatan dan keamanan yang sama dengan inovatornya sehingga dalam penggunaannya dapat dipertukarkan dengan inovatornya. Metode pengujian yang diterima secara internasional adalah uji bioekivalensi. Prinsip dasar uji bioekivalensi adalah membandingkan proses penyerapan, metabolisme, dan pengeluaran dari tubuh inovatornya.
Jenis dan Tipe Obat

Obat dapat diklasifikasikan melalui beberapa cara, antara lain berdasarkan bahan kimia penyusunnya, efek yang ditimbulkan baik didalam laboratorium maupun tubuh manusia. Pengetahuan tentang klasifikasi obat tentang manfaat, efek samping, dan indikasi obat dibutuhkan terutama untuk obat-obat yang belum dipublikasi secara umum.
Dibawah ini adalah table tentang klasifikasi obat (Tabel 1.1) dan bentuk sediaan obat (Tabel 1.2).

Tabel 1.1 Klasifikasi Obat yang Digunakan Untuk Meningkatkan Fungsi Tubuh



Status kesehatan


Kelas Obat


Kerja Obat dalam Tubuh

Aktivitas dan Latihan


Antihipertensi
Antiaritmia
Inotropik
Antiangina
Antikoagulan
Bronkodilator


Menurunkan tekanan darah
Mengatur irama jantung
Menguatkan kontraksi jantung
Meningkatkan aliran darah koroner
Menghancurkan gumpalan darah
Membersihkan jalan nafas

Nutrisi dan Metabolisme


Antibiotik
Antiemetik
Antasid
Insulin
Kortikosteroid

Tiroid
Vitamin & Mineral


Mencegah dan menghilangkan infeksi
Menurunkan rasa mual / nausea
Menurunkan asam lambung
Menurunkan kadar gula darah
Menurunkan reaksi peradangan / inflamasi
Mengatur laju metabolisme
Suplemen untuk intake nutrisi inadekuat

Eliminasi


Laksative
Antidiare
Diuretik


Memperlancar pengeluaran feses
Menyembuhkan diare
Meningkatkan produksi urine dan pengeluaran urine

Tidur dan Istirahat
Kognisi dan Persepsi


Sedative, Hipnosis
Analgesik
Antipsikotik


Meningkatkan tidur
Menurunkan nyeri
Menurunkan gejala psikotik (halusinasi)

Koping dan Stress adaptasi
Seksualitas dan Reproduksi


Antiansietas
Antidepresan
Hormon ovarium


Menurunkan ansietas
Menurunkan depresi
Menghasilkan pengganti hormon
Menghasilkan pengendalian kelahiran (KB)



Tabel 1.2 Tabel Bentuk Sediaan Obat

Bentuk Sediaan


Keterangan

Sediaan Obat Oral
Kapsul

Eliksir
Emulsi
Pelapis enteral

Lozenge (troche) / tablet hisap
Bubuk
Suspensi / Larutan

Sirup
Tablet



Tincture




Pembungkus terbuat dari gelatin yang berisi bubuk atau cairan obat
Sediaan obat cair dengan pelarut alcohol
Obat dalam bentuk suspensi / larutan kental
Pelapis khusus yang hanya larut ketika berada di usus dan tidak dilambung karena sifatnya mengiritasi lambung
Tablet yang dapat dilarut dimulut (dihisap)

Bentuk dasar obat, dilarutkan dengan air sebelum digunakan
Bentuk obat cair yang harus dikocok sebelum digunakan karena biasanya terpisah dari larutannya
Obat dalam bentuk larutan air dan gula
Bentuk padat bubuk obat (bulat, elips) yang dapat dibelah menjadi 2 bagian. Dapat dilapisi gula atau lapisan tipis untuk membantu daya kohesi
Larutan sangat kental yang larut dalam alcohol, biasanya berasal dari tumbuhan dan dalam dosis kecil

Sediaan Obat Topikal
Krim

Gel atau jelly

Liniment
Lotion
Salep
Pasta

Suppositoria

Transdermal patch




Sediaan obat dalam bentuk semisolid, tidak lengket / berminyak
Sediaan semisolid yang transparan / bening yang mencair saat mengenai kulit
Cairan mengandung minyak yang digosokkan pada kulit
Suspensi cair atau kental, digunakan pada kulit
Obat yang dikombinasikan dengan larutan minyak
Cairan / salep yang kental untuk kulit
Obat yang mengandung gelatin (dibuat agar mudah diserap tubuh), hancur sesuai dengan suhu tubuh dan perlahan diserap oleh tubuh.
Obat dalam bentuk sediaan plester, digunakan pada kulit untuk secara bertahap mengontrol penyerapan obat pada kulit.



Obat dapat juga dikelompokkan menjadi obat tanpa diresepkan (obat bebas), dengan resep dan obat herbal.

Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli atau didapatkan tanpa adanya resep dari tenaga kesehatan yang berwenang. Obat-obat ini dijual bebas ditoko-toko atau apotik. Hal tersebut dikarenakan obat-obat yang dijual bebas telah dinyatakan aman untuk dikonsumsi tanpa adanya resep / pengawasan dari tenaga kesehatan. Contoh obat bebas yang umum dijual dan dikonsumsi masyarakat adalah obat pereda gejala flu dan analgesic ringan seperti aspirin dan asetominofen. Menjadi tugas Badan POM untuk mengkontrol keamanan, efektivitas, dan publikasi obat-obat bebas.
Obat bebas masih dianggap aman ketika langsung dikonsumsi. Namun, bahaya obat-obatan bebas sering terjadi karena penyalahgunaan obat-obat tersebut. Banyak orang lebih memilih mengkonsumsi obat sendiri daripada datang kepada tenaga kesehatan untuk mendapatkan bantuan, bahkan banyak pula yang tidak dapat tertolong karena keterlambatan penanganan oleh tenaga kesehatan.

Obat dengan resep adalah obat yang diperjualbelikan secara legal. Untuk pasien-pasien tertentu, dibutuhkan pengawasan medis dalam pengunaan obat-obatan dikarenakan keamanan akan efek terapi dan resiko keracunan akibat dosis yang diberikan. Dokter bertanggungjawab dalam meresepkan obat. Namun, dalam kondisi tertentu perawat atau asisten dokter dapat juga meresepkan obat.®

Obat herbal atau tumbuhan obat adalah obat-obatan yang digunakan berasal dari tumbuhan dan belum mengalami proses kimia dilaboratorium. Walaupun penggunaan obat-oabatan herbal ini sudah sangat luas dimasyarakat, namun penggunaannya masih jarang dimasukkan kedalam riwayat kesehatan klien. Perawat harus mengkaji penggunaan obat-obat herbal ini. Contoh tanaman obat adalah ginko biloba yang dapat digunakan untuk meningkatkan sirkulasi darah dan fungsi kognitif.

Banyak orang mengira bahwa obat herbal sangat aman karena semua bahannya yang berasal dari alam. Namun, menilai hal tersebut menjadi sulit karena obat herbal tidak memiliki standar kualitas dan pengaturan yang resmi dari pemerintah. Beberapa obat herbal dapat mengakibatkan kegawatan akibat interaksi kimiawi yang terjadi, sehingga dibutuhkan lebih banyak penelitian laboratorium untuk menilai manfaat, efektivitas, dosis yang tepat, dan reaksi kimia yang terjadi didalam tubuh. Karena apabila sesuatu yang asing masuk kedalam tubuh, dapat menimbulkan reaksi yang tidak terduga. Untuk itu perawat perlu untuk mengkaji penggunaan tablet, ramuan, ataupun ekstrak yang berasal obat-obatan herbal untuk dibandingkan dengan literatur yang menunjang.

Sistem Distribusi dan Legal Aspek Pemberian Obat

Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam sistem distribusi / pemberian obat yang aman kepada klien, yaitu : a) penyediaan obat cadangan, b) sediaan dosis obat, c) sistem pembagian obat, d) suplai obat mandiri. Setiap institusi menerapkan aturan yang berbeda dalam melakukan distribusi obat. Fasilitas kesehatan telah dirancang untuk persiapan pengobatan. Beberapa diantaranya memiliki ruang utama penyimpanan suplai obat yang terkunci rapat dalam lemari kaca dan trolley obat yang dapat berpindah berisi obat-obat yang diperlukan klien dalam laci-laci yang terkunci atau obat-obat untuk pasien tertentu tersimpan dalam kabinet obat didekat kamar pasien. Beberapa rumah sakit memiliki apotik kecil yang dekat dengan ruang rawat pasien. Namun, dalam pengontrolan penggunaan obat-obatan yang bersifat narkotik, suplai obat disimpan dalam laci yang terkunci pada setiap fasilitas kesehatan yang menyediakannya.
Penyediaan obat cadangan

Penyediaan obat pada ruang rawat pasien terdiri dari penyimpanan obat-obatan yang diresepkan dalam jumlah yang besar serta disimpan dalam lemari kaca yang terkunci. Pemberian obat ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan kebutuhan klien. Perawat mengambil simpanan obat yang tersedia dalam jumlah yang besar dalam botol atau kontainer obat. Contoh dari penyediaan obat adalah obat-obat narkotik, vitamin, atau cairan saline / infus.
Sediaan dosis obat
Pembagian obat dalam dosis yang telah ditentukan melibatkan farmasist untuk membagikan dan memberikan label pada pembungkus atau tempat penyimpanan obat yang telah sesuai dengan dosis masing-masing pasien. Obat-obat tersebut disimpan dalam tempat khusus dan diberikan kepada klien pada waktu-waktu tertentu. Sistem ini dilakukan pada fasilitas kesehatan yang besar seperti rumah sakit karena membutuhkan pengecekkan ulang demi keamanan klien. Baik farmasist maupun perawat sama-sama berperan dalam penyiapan dan pemberian obat kepada klien serta mengevaluasi efek dan reaksi interaksi obat atau kontraindikasi obat.
Sistem pembagian obat secara otomatis
Sistem ini menggunakan mesin yang berfungsi seperti mesin ATM untuk mengambil obat dengan cepat bila dalam keadaan darurat. Mesin ini juga dapat mengkombinasi obat sesuai dengan kebutuhan. Perawat menggunakan kata kunci atau password, kemudian memilih menu / daftar obat yang dibutuhkan yang telah tersedia secara komputerisasi. Mesin ini juga menyimpan data semua obat yang dikeluarkan sekaligus mengkontrol obat yang digunakan oleh masing-masing pasien. Mesin ini telah banyak digunakan di fasilitas-fasilitas kesehatan terutama dibeberapa negara maju. Namun, keberadaan mesin ini di Indonesia tampaknya masih sulit untuk ditemukan.
Suplai obat klien mandiri
Pada sistem ini obat diberikan dan disimpan oleh klien secara langsung. Obat-obatan disimpan dalan tempat tersendiri untuk setiap klien. Dapat diletakkan pada meja didekat klien, sehingga klien dapat mudah menjangkaunya saat waktunya untuk minum obat. Sistem ini dapat dilakukan bersamaan dengan sistem penyimpanan terpusat. Metode ini memberi kesempatan kepada klien untuk terlibat dalam pengobatan dan perawatannya. Hal ini juga menghemat waktu perawat untuk memberikan obat serta memberikan waktu kepada perawat untuk mengevaluasi kemampuan klien dalam ketaatan minum obat.
Di Indonesia, selain Badan POM dan Depkes yang bertanggung jawab dalam mengontrol distribusi obat kepada masyarakat, tenaga kesehatan juga berperan dalam penggunaan obat-obat tersebut oleh masyarakat. Saat ini, untuk obat yang diresepkan masih merupakan wewenang tenaga medis. Sedangkan, farmasist dan perawat berwenang untuk menyiapkan dan memberikan obat yang telah siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Resep Obat

Dalam resep obat yang dibuat oleh tenaga kesehatan terdapat komponen-komponen yang harus diperhatikan, antara lain : nama lengkap klien,nama obat yang diberikan beserta dengan jumlah dan dosis obat yang diinginkan serta frekuensi pemberian selama 1 hari. Didalam resep juga harus terdapat tanggal dan waktu resep dibuat serta tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan resep. Nama klien harus tercantum lengkap untuk menghindari kesamaan nama dengan klien lainnya. Usia atau nomor rekam medik atau registrasi klien dapat juga dicantumkan.

* Nama Obat : nama generik atau merk dagang obat. Dituliskan dengan jelas agar tidak tertukar dengan nama obat lain.
* Dosis Obat : dapat menggunakan metrik, apotekari, atau pengukuran rumah tangga, misalnya digoxin 0,25 mg 1 dd (artinya 1 kali sehari).
* Cara Pemberian : obat yang sama dapat diberikan dengan beberapa cara yang berlainan, misal PO (per oral), IV (intravena), Supp (suppotoria).

Dibawah ini adalah beberapa istilah yang lazim digunakan didalam resep obat

Istilah


Artinya


Istilah


Artinya

a atau a.
a.c.
ad lib
aq.
bid , 2 dd
d
prn
q
qh
g
syr
h.s.
Rx
stat.

R. atau PR


sebelum
sebelum makan
bebas
air
dua kali sehari
hari
bila dibutuhkan
setiap
setiap jam
gram
sirup
sebelum tidur
dibeli, resep
segera, langsung diminum
rectal, per rectal


mg
No atau no.
p.c.
cap., caps
p atau p.
PO
IV
Inj.
IM
tab.
qid
q6h
tid, 3 dd
sc

qs


miligram
jumlah obat
setelah makan
kapsul
per atau setelah
per oral
intra vena
injeksi
intra muskular
tablet
4 kali sehari
setiap 6 jam
3 kali sehari
subkutaneus

sebanyak yg dibutuhkan



Selain obat yang dipesankan melalui resep, perawat juga bertanggung jawab dalam mengelola pesanan obat yang harus diberikan kepada klien dengan cara lainnya. Contohnya adalah :

1. Standing order adalah pesanan obat yang harus diberikan kepada klien selama beberapa hari, pesanan obat ini harus dicek dan ditulis ulang setiap hari sampai dengan ada perubahan / penggantian obat atau dosis obat.
2. PRN order adalah pesanan pemberian obat dalam waktu tertentu saja atau bila dibutuhkan. Berasal dari kata Latin pro re nata. Misalnya : obat nyeri, laksative, atau obat mual.
3. Order sekali waktu adalah pesanan pemberian obat yang hanya satu kali untuk diberikan, misalnya obat-obat preoperative / anestesi.
Stat order adalah pesanan pemberian obat yang segera diberikan kepada klien dan hanya berlaku satu kali pemberian, misalnya pemberian furosemid 20 mg IV stat.
4. Melalui telepon, faximile, atau secara verbal adalah pesanan pemberian obat yang dipesankan melalui telepon atau alat komunikasi lainnya. Dan dikarenakan pemberi pesanan tidak ada ditempat untuk menulis dan menanda tangani pesanan obat maka perawat harus mencatat pesanan tersebut dalam daftar obat klien dan diberi kode T.O (telephone order) serta menandatanganinya. Namun, pemberi pesanan obat tersebut harus tetap menandatangani dihari berikutnya.

Reaksi dan Efek Obat
Farmakokinetik

Adalah proses obat memasuki tubuh dan akhirnya keluar dari tubuh. Proses terdiri dari absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat dari tubuh manusia. Setiap obat mempunyai karakteristik khusus dalam kecepatan dan bagaimana obat tersebut akan diserap oleh jaringan, kemudian dihantarkan pada sel-sel tubuh, dan berubah menjadi zat yang tidak berbahaya bagi tubuh hingga akhirnya keluar dari tubuh kita.

Absorpsi

Adalah proses zat-zat dari obat masuk ke dalam aliran / pembuluh darah. Cara pemberian berdampak pada kecepatan dan keseluruhan bagian obat yang akan diserap tubuh. Pemberian secara intravena merupakan cara tercepat dalam absorpsi obat, kemudian diikuti dengan pemberian secara intramuskular, subkutaneus, dan oral.

Distribusi

Adalah proses pengiriman zat-zat dalam obat kepada jaringan dan sel-sel target. Proses dipengaruhi oleh sistem sirkulasi tubuh, jumlah zat obat yang dapat terikat dengan protein tubuh serta jaringan atau sel tujuan dari obat tersebut.

Metabolisme

Adalah proses deaktivasi / detoksifikasi zat-zat obat didalam tubuh. Proses ini terutama berlangsung didalam hepar, namun juga berlangsung di dalam ginjal, plasma darah, mukosa usus, dan paru-paru. Gangguan pada fungsi hepar, termasuk diantaranya adalah penurunan fungsi hepar akibat penuaan atau penyakit dapat mempengaruhi kecepatan detoksifikasi obat yang berlagsung didalam tubuh.

Ekskresi

Adalah proses mengeluarkan obat atau zat-zat sisa metabolismenya dari dalam tubuh. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan sebagian besar sisa metabolisme tersebut, sebagian yang lain dikeluarkan melalui paru-paru dan intestinal. Penurunan fungsi ginjal akan sangat berpengaruh buruk pada proses ini.
Farmakodinamik

Adalah proses yang berhubungan dengan fungsi fisiologis dan biokimia dari obat didalam tubuh. Pemahaman tentang proses ini sangat membantu perawat untuk mengevaluasi efek terapeutik dan efek lainnya dari pengobatan.
Reaksi kerja obat adalah hasil dari reaksi kimia antara zat-zat obat dengan sel-sel tubuh untuk menghasilkan respon biologis tubuh. Kebanyakan obat bereaksi dengan komponen sel untuk menstimulasi perubahan biokimia dan fisiological sehingga obat menjadi efektif bagi tubuh. Reaksi ini dapat terjadi secara lokal maupun sistemik didalam tubuh. Contohnya adalah efek lokal terlihat terjadi pada pemberian obat topikal pada kulit. Sedangkan pada pemberian obat analgesik, efeknya akan meliputi beberapa sistem, termasuk diantaranya yaitu sistem saraf (efek sedatif), paru-paru (depresi pernafasan), gastrointenstinal (konstipasi) walaupun efek yang diharapkan adalah pereda nyeri. Efek medikasi dapat dimonitor melalui perubahan klinis yang terjadi pada kondisi klien. Secara umum, peningkatan kualitas pada gejala dan hasil laboratorium menunjukkan efektivitas medikasi.

Efek Terapeutik

Adalah efek yang diinginkan atau efek tujuan dari medikasi yang diberikan. Efek tersebut bervariasi berdasarkan bahan dasar obat, lama penggunaan obat, dan kondisi fisik klien. Beberapa diantaranya juga dipengaruhi interaksi antar obat yang dikonsumsi. Puncak reaksi obat sangat bervariasi tergantung dari obat yang diberikan dan cara pemberian yang dilakukan.

Efek Merugikan

Adalah efek lain dari obat selain efek terapi yang diinginkan. Efek merugikan ini dapat merupakan efek lanjutan dari efek terapi, misalnya hipotensi dapat terjadi ketika pemberian antihipertensi. Beberapa efek yang merugikan ini dapat ditangani segeraseperti konstipasi, namun ada pula yang memerlukan perhatian lebih, misalnya depresi pernafasan. Efek ini sering terjadi pada klien yang sangat parah kondisi dan menerima banyak medikasi (Cleveland, Aschenbrenner, Venable, & Yensen, 1999).

Efek samping

Efek merugikan obat dengan skala kecil disebut juga efek samping obat. Banyak efek samping yang tidak berbahaya dan dapat diabaikan, namun ada pula yang dapat membahayakan terutama ketika ada obat baru yang diberikan atau ditambahkan dosisnya. Perawat harus waspada terhadap efek merugikan dari obat ini.

Reaksi hipersensitivitas

Reaksi hipersensitivitas terjadi bila klien sensitif terhadap efek dari pengobatan yang dilakukan. Hal ini dapat terjadi bila dosis yang diberikan lebih dari kebutuhan klien sehingga menimbulkan efek lain yang tidak diinginkan. Contohnya adalah ketika seorang pria dewasa dengan berat badan normal biasanya dapat diberikan meperidin (sedatif) dengan dosis 75 – 100 mg, namun pada klien lansia dengan berat badan rendah akan mengalami durasi reaksi yang lebih lama dan dapat mengalami penurunan kesadaran dengan dosis meperidin yang sama. Biasanya, dengan menurunkan dosis dan meningkatkan interval waktu pemberian, maka obat tersebut dapat dikonsumsi dengan aman.

Toleransi

Adalah reaksi yang terjadi ketika klien mengalami penurunan respon / tidak berespon terhadap obat yang diberikan, dan membutuhkan penambahan dosis obat untuk mencapai efek terapi yang diinginkan. Beberapa zat yang dapat menimbulkan toleransi terhadap obat adalah nikotin, etil alkohol, opiat dan barbiturat.

Reaksi alergi

Adalah akibat dari respon imunologik terhadap medikasi. Tubuh menerima obat sebagai benda asing, sehingga tubuh akan membentuk antibodi untuk melawan dan mengeluarkan benda asing tersebut. Akibatnya akan menimbulkan gejala / reaksi alergi yang dapat berkisar dari ringan sampai berat. Reaksi alergi yang ringan diantaranya adalah gatal-gatal (urtikaria), pruritus, atau rhinitis, dapat terjadi dalam hitungan menit sampai dengan 2 minggu pada klien setelah mengkonsumsi obat. Reaksi pada kulit ( gatal-gatal, kemerahan, dan lesi) biasanya meningkat setelah klien menghentikan medikasi terutama obat yang memiliki kegunaan yang sama dengan antihistamin.
Reaksi alergi yang parah dapat mengakibatkan gejala seperti sesak nafas (wheezing, dispneu), angioedema pada lidah dan orofaring, hipotensi, dan takikardia segera setelah pemberian obat. Reaksi ini disebut reaksi anafilaktik dan membutuhkan tindakan medis segera karena dapat berakibat fatal. Tindakan yang dapat dilakukan adalah menghentikan segera pemberian obat tersebut, segera berikan epinefrin, cairan infus (normal saline), steroid, dan antihistamin.

Toksisitas

Atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau penumpukkan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme atau ekskresi. Perhatian harus diberikan pada dosis dan tingkat toksik obat, dengan menevaluasi fungsi ginjal dan hepar. Beberapa obat dapat langsung berefek toksik setelah diberikan, namun obat lainnya tidak menimbulkan efek toksik apapun selama berhari-hari lamanya.
Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ. Hal yang umum terjadi adalah nefrotoksisitas (ginjal), neurotoksisitas (otak), hepatotosisitas (hepar), imunotoksisitas (sistem imun), dan kardiotoksisitas (jantung). Pengetahuan tentang efek toksisitas obat akan membantu perawat untuk mendeteksi dini dan mencegah kerusakan organ secara permanen pada klien.

Interaksi antar obat

Hal ini terjadi ketika efek dari suatu obat terganggu akibat adanya obat lain atau makanan yang mempengaruhi kerja obat didalam tubuh. Interaksi ini dapat berbentuk saling menguatkan efek terapi dari obat atau saling bertentangan dengan efek terapi. Kadang-kadang makanan dapat juga mempengaruhi reaksi obat, contohnya adalah deaktivasi antibiotik tetrasiklin akibat makanan yang berasal dari produk susu.
Dalam beberapa kasus, juga terjadi reaksi penggumpalan zat-zat yang tedapat didalam obat, hal ini disebut reaksi inkompabilitas obat. Hampir seluruh obat-obatan akan berefek buruk bila berinteraksi dengan obat lainnya, namun tidak selamanya dapat dihindarkan untuk memberikan obat yang tidak saling berefek merugikan.
Pemberian Obat

Dalam memberikan obat kepada klien, perawat harus memperhatikan hal-hal berikut :

Interpretasikan dengan tepat resep obat yang dibutuhkan

Perawat bertanggung jawab untuk melakukan interpretasi yang tepat terhadap order obat yang diberikan. Saat order obat yang dituliskan tidak dapat terbaca, maka dapat terjadi misinterpretasi terhadap order obat yang harus diberikan. Segera klarifikasikan kepada pemberi resep atau tim medis yang menulis resep bila terdapat ketidakjelasan tulisan atau istilah yang digunakan, apalagi bila cara dan frekuensi pemberian tidak tercantum.
Lakukan evaluasi untuk melihat apakah jumlah dan cara pemberian yang diresepkan aman untuk dilakukan pada klien. Ketahui dengan pasti atau lihat kembali dosis yang diberikan, cara pemberian, kontraindikasi, dan efek samping yang mungkin terjadi sebelum memberikan obat. Bila perawat tidak yakin dengan cara pemberian atau dosis yang diinginkan, tanyakan langsung pada tim medis karena perawat berhak dan bertanggung jawab langsung atas keselamatan klien.

Hitung dengan tepat dosis obat yang akan diberikan sesuai dengan resep

Permintaan dosis obat biasanya ditulis dalam angka-angka matematika, begitupula dengan sediaan obat yang ada. Perawat harus dapat menghitung dosis obat yang akan diberikan pada klien, walaupun pada beberapa obat sangat berbeda antara sediaan obat dengan dosis obat yang akan diberikan. Bila dosis obat yang diinginkan sama dengan dosisi obat yang tersedia, gunakan rumus berikut untuk menghitung dosis obat :

Contoh 1:
Bp. R membutuhkan 400 mg antibiotic sesuai dengan resep yang ada, tablet antibiotic yang tersedia adalah 200 mg. Berapa tablet antibiotic yang perawat harus berikan pada Bp. R ?

Jawab :

* Jika tablet yang harus diberikan = X Tablet.
* Diketahui: 1 tablet = 200 mg
* Maka:
* X = 400 mg/tablet
* X= 400 mg /200 mg
* X = 2 tablet

200 mg = 400 mg

1 X&&& tablet

Contoh 2 :
Ibu S, 65 tahun, harus diberikan obat antiaritmia (digoksin) sebanyak 0,25 mg per intra vena (IV). Pada vial / kemasan obat tersebut tertulis 0,125 mg = 1 cc. Berapa cc digoksin yang harus perawat berikan untuk Ibu S ?

Jawab :

Dosis digoksin yang harus Ibu S terima = X cc.

0,125 mg = 0,25 mg
1 cc X
0,125X = 0,25
X = 2 cc



Menghitung dosis pada anak

Dosis obat yang diberikan pada anak-anak dihitung berdasarkan berat badan anak atau luas permukaan tubuh anak. Kebanyakan obat-obat tersebur diproduksi khusus untuk anak sehingga tidak dihitung dengan cara yang sama pada orang dewasa. Perhatikan ukuran dan laju metabolisme pada anak, kaena hal ini sangat berpengaruh pada reaksi terapi obat yang diharapkan. Observasi selalu respon yang terjadi sehingga dosis yang diberikan dapat disesuaikan dengan kondisi anak.

Contoh :

An. P, 2 tahun, membutuhkan paracetamol untuk menurukan panas tubuhnya.Berat badan (BB) An. P 10 kg. Dalam kemasan obat tercantum dosis untuk anak adalah 10 mg/KgBB.
Jawab: Misalkan Anak. P membutuhkan = a mg Paracetamol.

Maka a= 10 mg X 10 Kg = 100 mg

Gunakan prosedur yang sesuai dan aman, ingat prinsip 5 benar dalam pengobatan

Setelah memvalidasi dan menghitung dosis obat dengan benar, pemberian obat dengan akurat dapat dilakukan berdasarkan prinsip 5 benar, yaitu :


PRINSIP 5 BENAR PENGOBATAN :

1. Benar Klien
2. Benar Obat
3. Benar Dosis Obat
4. Benar Waktu Pemberian
5. Benar Cara Pemberian

Benar Klien

Benar klien berarti bahwa obat yang diberikan memang benar dan sudah dipastikan harus diberikan kepada klien yang bersangkutan. Kesalahan identifikasi klien dapat terjadi jika terdapat 2 orang klien dengan nama yang sama atau mirip berada pada satu ruangan atau unit. Untuk menghindari kesalahan pemberian, cocokkan selalu nama klien pada papan nama di tempat tidur klien dengan catatan rekam medik

Benar Obat

Benar yang kedua adalah benar obat, yang berarti obat yang diberikan adalah obat yang memeng diminta untuk diberikan kepada klien tersebut sesuai dengan dosis yang diinginkan tim medis. Kesalahan pemberian obat dapat terjadi ketika dalam situasi :

Farmasist atau apoteker salah memberikan obat dengan obat yang hamper sama dengan obat yang dipesankan

Apoteker atau perawat salah memberikan obat yang mempunyai nama / merk sama dengan obat yang dimaksud

Tim medis atau pemberi resep salah menuliskan obat atau obat tersebut tidak sesuai dengan klien

Perawat memberikan obat yang tidak dipersiapkan oleh perawat sendiri

Perawat salah mengidentifikasi obat

Untuk mengurangi kesalahan pemberian obat dapat digunakan sistem “dosis obat per unit”, yaitu pemberian obat yang telah dipersiapkan dan diberikan label oleh perawat atau apoteker yang bersangkutan., memeriksa kembali label obat yang akan diberikan dengan catatan pemberian obat, mengetahui nama generic atau merk dagang obat serta manfaat obat tersebut diberikan kepada klien, dan mendengarkan dengan teliti komentar klien tentang obat yang diberikan, misalnya “ ini tidak seperti obat yang kemarin saya minum.”
Bila mendengar hal demikian, segera tarik obat yang akan diberikan dan cocokkan dengan catatan pemberian obat atau order obat.

Benar Dosis Obat

Benar dosis obat berarti obat yang diberikan memang dosis yang diinginkan oleh tim medis dan dosis tersebut telah sesuai untuk klien. Kesalahan dosis obat dapat terjadi bila tim medis memberikan obat yang tidak sesuai dengan klien, apoteker salah mengeluarkan jumlah obat, perawat salah memberikan dosis obat, perawat atau asisten perawat salah menuliskan kembali obat-obatan yang diresepkan oleh tim medis.

Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis obat. Lakukan pengecekkan ulang terhadap dosis obat yang diberikan bila :

* Klien mengatakan bahwa dosis obat berubah dari biasanya
* Beberapa obat harus diberikan dalam waktu yang bersamaan
* Dosis obat yang diinginkan dalam jumlah yang besar
* Jumlah sediaan obat yang tersedia dari apoteker tidak sesuai dengan dosis obat yang harus diberikan kepada klien

Benar Waktu Pemberian

Benar yang keempat adalah benar waktu pemberian, artinya adalah memberikan obat sesuai dengan frekuensi dan waktu yang sudah ditetapkan. Pembeagian obat yang dilakukan secara rutin sangant bervariasi pada setiap institusi, misalnya : untuk pemberian obat pagi, diberikan pada pukul 07.30, 08.00, atau 09.00. Atau waktu pemberian obat dibuat berdasarkan frekuensi, misalnya : untuk obat yang diberikan 4 kali sehari; waktu yang digunakan adalah pukul 09.00, 13.00, 17.00, dan 21.00, atau beberapa institusi menetapkan 08.00, 12.00, 16.00, dan 20.00.

Masalah ketepatan waktu juga sangat berbeda pada beberapa institusi, misalnya ada institusi yang menganggap pemberian obat setengah jam sampai 1 jam sebelum atau sesudah waktu yang seharusnya sebagai “tepat waktu”. Banyak factor yang mempengaruhi sebuah institusi dalam menetapkan waktu pemberian obat, diantaranya adalah :

* Obat akan lebih efektif bila diberikan selama 1 hari
* Obat yang memiliki reaksi terhadap makanan sebaiknya diberikan sebelum makan diberikan
* Obat yang berefek mengiritasi lambung harus diberikan bersamaan dengan waktu makan

Benar Cara Pemberian

Benar yang terakhir adalah benar cara pemberian, artinya adalah memberikan obat sesuai dengan pesanan medis dan cara tersebut aman dan sesuai untuk klien.

Tim medis dalam menuliskan resep atau instruksi harus menjelaskan cara pemberian obat dengan spesifik. Bila cara pemberian dinilai kurang tidak atau kurang cocok dengan kondisi klien, segera lakukan klarifikasi dengan tim medis atau pemberi instruksi tersebut.
Untuk memastikan obat diberikan melalui cara yang sesuai, perawat harus mengetahui cara pemberian obat yang biasa digunakan dan cara pemberian obat yang aman bila harus sesuai dengan instruksi yang diberikan. Lakukan validasi ulang terhadap obat sebelum melakukan pemberian obat.

Dokumentasikan pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah sakit.

Pendokumentasian pemberian obat termasuk didalamnya adalah waktu, cara, dosis, dan area pemberian (intradermal, SC, atau IM). Dokumentasi yang detail dibutuhkan bila ternyata perawat tidak memberikan obat tersebut pada waktu seperti biasanya, harus tercantum alasan mengapa perawat tidak memberikan obat dengan cara semestinya, misalnya ada perubahan cara pemberian dari IM ke PO, sehingga klien tidak perlu diinjeksi.
Pemakaian beberapa obat seperti insulin atau heparin dicatat dalam lembar tersendiri, sehingga dapat dimonitor regimen pengobatan yang diberikan kepada klien baik oleh tim medis maupun perawat. Setiap melakukan injeksi terhadap klien, sebaiknya didokumentasikan dengan jelas area yang diinjeksi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari penusukkan atau injeksi pada area yang sama untuk beberapa kali sehingga dapat merugikan atau membahayakan klien.
Perawat bertanggung jawab melakukan dokumentasi efek terapi dan non terapi dari pengobatan yang diberikan. Misalnya, pada pemberian obat opiate atau sejenis morfin, dokumentasikan jumlah / dosis yang diberikan pada catatan klien. Bila klien mengalami reaksi alergi setelah pemberian obat, dokumentasikan reaksi yang timbul dan onset / waktu kejadian tersebut.
Cara-cara Pemberian Obat
Pemberian Per Oral (PO)

Pemberian obat secara oral dapat dilakukan melalui mulut dan langsung ditelan oleh klien, obat diletakkan dibawah lidah (sublingual) atau diletakkan dipipi bagian dalam (buccal) serta ditunggu sampai obat tersebut larut. Pemberian obat secara oral juga dapat dilakukan melalui selang nasogastrik (NGT).

Pemberian obat melalui oral atau mulut memang merupakan cara termudah dan paling sederhana. Cara tersebut meminimalkan ketidaknyamanan pada klien dan dengan efek samping yang paling kecil, serta paling murah dibandingkan dengan cara pemberian yang lain.

Bila klien tidak dapat menelan air atau cairan lain atau merasa mual dan muntah, pemberian obat per oral segera dihentikan dan obat diberikan dengan cara lainnya. Dan jika klien dipuasakan (NPO – Nothing Per Oral) sebelum dilakukan pembedahan, tim medis dapat memilih obat oral yang dapat diberikan dengan air yang terbatas. Atau obat per oral dapat ditunda pemberiannya atau diberikan dengan cara yang lain bila klien baru saja selesai mengalami pembedahan. Hal tersebut dilakukan sampai fungsi saluran pencernaan klien kembali normal.

Bila klien dilakukan gastricsuction atau terpasang NGT dengan tujuan bilas lambung, pemberian obat per oral dihentikan dan diberikan dengan cara yang lain. Namun, beberapa dokter kadang tetap menginstruksikan pemberian obat melalui NGT dengan menghentikan sementara proses bilas lambung, caranya adalah dengan menutup selang NGT minimal selama 30 menit setelah diberikan obat melalui NGT.
Pemberian Topikal

Pemberian obat secara topical adalah pemberian obat dengan cara mengoleskan obat pada permukaan kulit atau membran mukosa, dapat pula dilakukan melalui lubang yang terdapat pada tubuh (anus).
Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topical pada kulit adalah obat yang berbentuk krim, lotion, atau salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan kulit yang terjadi (contoh : lotion). Krim, dapat mengandung zat anti fungal (jamur), kortikosteorid, atau antibiotic yang dioleskan pada kulit dengan menggunakan kapas lidi steril. Bersihkan dan keringkan kulit sebelum mengoleskan krim obat tersebut. Krim dengan antibiotic sering digunakan pada luka bakar atau ulkus dekubitus. Sedangkan salep, dapat digunakan untuk melindungi kulit dari iritasi atau laserasi kulit akibat kelembaban kulit pada kasus inkontenansia urin atau fekal. Bersihkan dan tepuk-tepuk perlahan pada area yang diberikan salep.
Obat transdermal adalah obat yang dirancang untuk larut kedalam kulit untuk mendapatkan efek sistemik. Tersedia dalam bentuk lembaran. Lembaran obat tersebut dibuat dengan membran khusus yang membuat zat obat menyerap perlahan kedalam kulit. Lembaran ini juga dapat sekaligus mengontrol frekuensi penggunaan obat selama 24 – 72 jam.
Obat tetes atau salep mata digunakan untuk mengobati iritasi, infeksi atau glaucoma yang terjadi pada mata. Obat tetes telinga diberikan untuk mengatasi infeksi telinga atau untuk menghancurkan kotoran yang mengeras didalam liang telinga. Gunakan dalam suhu yang sama dengan lingkungan sekitar, karena bila terlalu panas atau dingin dapat menyebabkan vertigo, mual dan nyeri pada klien.
Obat suppositoria atau rectal medication diberikan melalui anus dan berbentuk seperti peluru atau cairan. Diberikan untuk mengatasi keluhan sistemik atau sebagai laksatif bila klien mengalami konstipasi. Namun, obat antiemetik dapat juga diberikan melalui rectal bila pemberian dengan cara yang lain tidak berhasil. Cairan enema diberikan melalui rectal dengan menggunakan alat khusus. Cairan enema terdiri dari gliserin cair, sejumlah 100 mL dan dibiarkan sebentar sekitar 5 – 10 menit, sebelum akhirnya klien merasa ingin defekasi.
Vaginal douche atau medikasi / obat yang diberikan melalui vagina berupa busa, cairan, jelly, krim, atau tablet. Indikasi pengobatan adalah untuk kontrasepsi, membunuh bakteri sebelum pembedahan, mengatasi keluhan atau infeksi yang terjadi pada vagina atau untuk menstimulasi / mempercepat kelahiran bayi
Pemberian Parenteral
Pemberian obat melalui parenteral berarti pemberian obat melalui injeksi atau infuse. Dapat diberikan secara intradermal (ID), subkutaneus (SC), intramuscular (IM) / jaringan intralesional, intravena (IV) / sirkulasi intra-arterial, intraspinal atau melalui ruang intra-artikular.
Obat yang diberikan secara parenteral akan diabsorbsi lebih banyak dan bereaksi lebih cepat daripada obat yang diberikan secara topical atao oral. Pemberian obat parenteral dapat menyebabkan resiko infeksi bila perawat tidak memperhatikan dan melakukan tehnik aseptic dan antiseptic pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian parenteral, obat diinjeksikan melalui kulit, menembus sistem pertahanan kulit. Komplikasi yang sering terjadi adalah bila pH, osmolalitas dan kepekatan cairan obat yang diijeksikan tidak sesuai dengan kondisi tempat penusukkan, serta dapat mengakibatkan merusakan jaringan sekitar tempat insersi / injeksi. Peralatan yang khusus diperlukan untuk menunjang pemberian obat parenteral, sehingga membutuhkan biaya yang lebih mahal dibandingkan pemberian obat dengan cara yang lain.
Pemberian secara Inhalasi

Digunakan pada pembedahan untuk memberikan anestesi pada klien atau untuk mengatasi gangguan pernafasan. Perawat anestesi memberikan obat-obatan anestesi melalui mesin respiratori yang tersedia di ruangan operasi. Obat-obat yang dapat diinhalasi melalui mesin ventilator, inhaler-nebulizer, inhaler sekali pakai. Obat untuk inhalasi dalam bentuk cair dimasukkan kedalam mesin ventilator atau nebulizer dan kemudian akan dirubah menjadi partikel-partikel gas yang dapat dihirup melalui hidung. Pengobatan ini dilakukan sebagai bronkodilator, untuk membuka jalan nafas dan memperbaiki pola nafas.
Pengobatan dengan inhalasi mempunyai efek yang sangat cepat terhadap kerja paru-paru dan mempengaruhi sirkulasi oksigen di seluruh tubuh. Pada pengobatan inhalasi, perawat perlu untuk mengkaji status pernafasan klien (ditunjukkan dengan pola nafas / usaha untuk bernafas, suara nafas, dan penggunaan otot-otot pernafasan) sebelum dan sesudah pemberian obat melalui inhalasi.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENGOBATAN
Pengkajian

Pengkajian sebelum memberikan obat kepada klien diperlukan untuk menentukan efektivitas dan mengidentifikasi efek lain dari obat yang diberikan. Terutma bila terdapat gejala dari efek non terapi yang timbul seperti perubahan kesadaran, penurunan berat badan, dehidrasi, agitasi atau kelelahan, anoreksia, retensi urin, atau gangguan istirahat. Perlu juga diperhatikan reaksi antar obat atau efek obat terhadap penyakit.

Pengkajian keperawatan meliputi pengkajian terhadap riwayat penggunaan obat dahulu, dengan atau tanpa resep dan obat tradisional. Perawat juga perlu mengkaji sistem pendukung dalam keluarga dan lingkungan bagi klien. Pastikan tidak terdapat gangguan farmakodinamik atau farmakokinetik pada tubuh klien. Lakukan evaluasi terhadap kemampuan klien mengkonsumsi obat yang diberikan secara benar. Lakukan pengkajian berkenaan dengan prinsip hidupdan kepercayaan yang dimiliki klien berhubungan dengan pengobatan yang diberikan, apakah pengobatan tersebut dapat melukai klien atau tidak.

Indikator Pengkajian :

* Diagnosa medis, penyakit atau masalah kesehatan pada klien.
* Riwayat putus obat atau pemakaian obat-obatan (termasuk alergi dan toleransi terhadap obat).
* Jumlah dan jenis obat yang pernah dikonsumsi (termasuk diantaranya adalah obat bebas dan tradisional).
* Jangka waktu pemakaian obat.
* Periode terakhir dari evaluasi pemberian oabat yang diresepkan oleh tenaga medis yang terkait.
* Instruksi yang diberikan tentang cara pemberian obat.
* Kesalahan pada resep obat.
* Cara penyimpanan obat
* Efek yang diharapkan dari obat
* Efek non terapi yang mungkin timbul
* Status nutrisi dan fungsi kognitif, sensori dan afektif.
* Masalah tehnis berkaitan dengan penggunaan obat (sulit membaca label obat, tidak dapat mengkonsumsi obat dengan mandiri / harus dibantu orang lain)
* Riwayat kehamilan dan menyusui (untuk klien wanita).


Perencanaan

Pencegahan

Sebelum memberikan obat, perawat sebaiknya melakukan :

* Baca kembali dengan teliti catatan pemakaian obat klien, hal ini dilakukan untuk menghindari pemberian obat yang dapat mempengaruhi efek obat yang telah diberikan sebelumnya.
* Diet makanan dan cairan klien, hal ini berkaitan dengan penatalaksanaan pengobatan pada klien. Untuk klien yang akan menjalani pembedahan sementara waktu akan diperintahkan NPO, maka perawat harus mengingatkan klien untuk menghentikan pemakaian obat secara oral, dan juga menanyakan kepada tim medis obat pengganti untuk klien.
* Hasil pemeriksaan laboratorium, yang berguna untuk mengevaluasi efek pengobatan (terapi dan non terapi). Contoh : status koagulasi pada pembuluh darah vena, elektrolit darah (Na, K, Ca, P), level leukosit / trombosit, serum kreatinin (fungsi ginjal), fungsi hepar (SGOT / SGPT).
* Lakukan pemeriksaan fisik, sebelum memberikan obat perawat perlu melakukan pengkajian dengan cepat meliputi kemampuan klien untuk menerima obat yang diberikan, misalnya : kemampuan menelan (PO), kondisi pembuluh darah vena (IV), sistem gastrointestinal (peristaltik, mual, muntah), massa otot (IM), tanda-tanda vital (TD/N/RR/S),

Intervensi
Saat dan setelah memberikan obat, yang harus perawat lakukan adalah :

* Melakukan observasi akan efek non terapi yang timbul secara teratur
* Berkolaborasi dengan tim medis dan farmasist untuk bersama-sama membuat strategi untuk meminimalkan efek non terapi yang mungkin timbul pada klien.
* Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien terkait dengan interaksi obat dengan obat lain yang diberikan, makanan, dan alkohol. Kebiasaan dan sifat adiktif terhadap obat, cara melakukan pencatatan sederhana terkait pemakaian obat mandiri, tanda dan gejala yang mungkin timbul pada reaksi tubuh terhadap efek obat.

Dokumentasi dan Evaluasi
Kriteria evaluasi :

* Klien akan memperlihatkan efek / reaksi tubuh yang minimal terhadap pengobatan.
* Klien dapat memahami regimen / tata laksana pengobatan yang sedang dijalani.
* Nakes yang terlibat menggunakan intervensi yang dapat mencegah masalah medikasi pada klien.

Dokumentasi :

* nakes melakukan dokumentasi yang menyeluruh dan dapat diakses oleh seluruh tim yang terlibat.
* Nakes selalu meningkatkan pengetahuan tentang pengobatan.

Implementasi dan Tindak Lanjut

Tindak lanjut atau monitoring yang dapat dilakukan adalah :

* Kaji kemampuan staf keperawatan yang terlibat dalam melakukan pengkajian tentang pengobatan pada klien.
* Selalu lakukan dokumentasi yang sesuai dan konsisten terkait respon klien terhadap pengobatan.
* Berikan perawatan yang sesuai sebagai tindak lanjut terhadap masalah kesehatan yang mungkin timbul terkait pengobatan.
* Evaluasi selalu sumber masalah kesehatan yang timbul pada klien yang berhubungan dengan kebiasaan klien yang timbul setelah pengobatan dilakukan.
* Lalukan pendidikan kesehatan untuk mendorong pemahaman dan kedisplinan klien dalam mematuhi regimen / tata laksana pengobatan yang telah ditetapkan.

Penggunaan Obat Dirumah

Tipe pengobatan

Medikasi yang diberikan secara per oral, intra vena / infuse merupakan jenis medikasi yang dapat diberikan pada klien walaupun klien tidak berada lagi di rumah sakit. Perawat bekerja sama dengan fasilitas kesehatan yang tersedia di lingkungan tempat tinggal klien untuk bersama-sama mengawasi pengobatan yang dilakukan dirumah.

Pengaturan medikasi yang digunakan

Pengaturan yang penting untuk dilakukan adalah membuat dosis dan jadwal pengobatan yang sesuai dengan aktivitas klien di rumah (missal waktu tidur dan makan). Pada beberapa klien terutama lansia, perawat harus membantu klien agar tidak lupa untuk minum obat, misalnya dengan memisahkan dosis pada kemasan sekali pakai atau amplop-amplop yang tersedia untuk obat selama 1 hari.

Kesalahan pada Medikasi

Kesalahan yang sering timbul pada regimen medikasi antara lain disebabkan oleh :

* Medikasi tidak sesuai dengan instruksi
* Instruksi pemberian tidak sesuai dengan kondisi klien
* Dokumentasi pengobatan tidak dapat merefleksikan regimen pengobatan yang sedang dilakukan sehingga menimbulkan persepsi yang salah tentang pengobatan.
* Salah dalam memberikan dosis, tidak tepat waktu, salah cara pemberian, salah klien, dan salah obat yang diberikan.



Daftar Pustaka

Craven, RF., Hirnle, CJ. (2000). Fundamental of Nursing : Human Health and Function, 3rd Ed., New York : Lippincott Pub.
Fulmer, T., Foreman, M., Zwicker, D. (2003). Medication